HUBUNGAN ETIKA DAN PENCIPTA
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan
yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh. Di dalam diri manusia yang yakin pada adanya Tuhan
pasti tidak hanya mempunyai ide tentang Tuhan, tetapi juga menerima ide itu
sebagai pernyataan realitas Tuhan.
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika adalah
nilai-nilai, dan asas-asas moral yang dipakai sebagai pegangan umum bagi
penentuan baik buruknya perilaku manusai atau benar salahnya tindakan manusia
sebagai manusia (Soleh Soemirat, 2005:169). Etika mengacu pada sistem nilai
dengan apa orang menentukan apa yang benar dan apa yang tidak benar, yang adil
dan tidak adil, yang jujur dan tidak jujur. Etika terungkap dari perilaku moral
dalam situasi tertentu. Peran etika dalam kehidupan pribadi dan praktisi
sendiri juga sama pentingnya.
A. Ide tentang Tuhan pada Orang yang
Beragama
Semua orang
yang beragama sepakat dalam mengartikan bahwa Tuhan sebagai yang Maha Tinggi.
Secara garis besar ada 3 golongan besar bentuk kepercayaan, yaitu :
Ø Panteisme, menurutnya semesta alam,
termasuk manusia merupakan sebagian dari Tuhan.
Ø Politeisme, menurutnya terdapat
banyak Tuhan, dimana alam semesta mempunyai segi-segi yang berbeda yang
mencerminkan kekuatan ilahi.
Ø Monoteisme, Tuhan itu satu dan tidak
dapat dibagi kemuliaannya, jangan dicampur dengan hal dunia.
Perkembangan
kepercayaan manusia terhadap Tuhan sebenarnya berkembang dari mulai Politeisme,
dimana perubahan evolusi ini dimulai dengan kepercayaan mereka tentang Tuhan,
lalu mereka mendirikan tempat sembahyang dibeberapa tempat seperti berbentuk
kuil, panteon, dan sebagainya.
B. Tuhan yang Maha Esa
Jika kita
ingin mengetahui ke-esaan Tuhan maka kita perlu melihat pandangan Panteisme
dalam hal ini. Panteisme seperti hal diatas telah diterangkan bahwa Tuhan
menyatu dengan alam, jadi mereka menyangkal adanya perbedaan essensial antara
alam dan Tuhan. Tuhan masuk kedalam dunia dan hanya dunia yang diakui realitasnya,
transenden Tuhan merupakan inti dari segala-galanya yang ada, dan alam
dipandang sebagai realitas dan manifestasi Tuhan.
Ada dua
hal yang menarik dalam panteisme yaitu semua adalah satu keseluruhan yang teratur
karena prinsip imanen yang menyatukan semuanya, kedua hidup manusia dialami sebagai
suatu hidup yang menuju ke arah sesuatu yang lebih tinggi. Jika memang pandangan
panteisme demikian maka ide ke-esa-an Tuhan bisa ditolak karena tidak ada
bedanya antara Tuhan dengan alam.
Demikian juga
Politeisme yang mengatakan bahwa Tuhan itu banyak dan mempunyai kekuasaan
masing-masing, hal ini juga ditolak pengakuan mereka terhadap ke-esa-an Tuhan,
karena Tuhan tidak mungkin esa apabila masih ada Tuhan-Tuhan yang lain, tidak
ada Maha Tinggi, Maha Sempurna, dan sebagainya.
Konsep
ke-esa-an Tuhan hanya terdapat pada monoteisme, karena mereka menganggap bahwa Tuhan
itu satu dan berbeda dengan semesta alam, Tuhan sebagai pencipta alam semesta
ini. Tuhan yang transenden itu bersifat imanen juga, bukan sebagai suatu
kekuatan yang dicampurkan dengan alam melainkan sebagai suatu pribadi
tersendiri yang sadar akan dirinya dan pekerjaannya, Tuhan yang pribadi itu
dapat berkomunikasi dengan manusia.
C. Kesadaran Manusia dan Wahyu
Salah satu
sumber kebenaran agama terletak pada wahyu, dan ide yang murni tentang Tuhan
hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang percaya kepada wahyu, yaitu
orang-orang yang beriman, aliran ini disebut fideisme.
Bukti
bahwa Tuhan ada dengan argument bahwa semua bangsa mengakui adanya Tuhan,
mustahil semua bangsa keliru, maka Tuhan ada, atau dengan kata lain mustahil semua
bangsa mengakui adanya Tuhan kalau memang Tuhan itu tidak ada.
D. Kekuatan Akal Budi
Bagi orang
yang tidak menganut fideisme, yakni bagi orang yang tidak menerima, bahwa semua
kebenaran hidup berasal dari wahyu saja, mereka mengatakan bahwa sumber
pengetahuan tentang Tuhan itu adalah akal budi. Tokoh yang mengemukakan bahwa
ide tentang Tuhan itu berasal dari akal budi adalah Descartes, namun menurutnya
ide di dalam akal budi itu bukanlah hasil rekayasa manusia tetapi berasal dari Tuhan
itu sendiri, atau dikenal dengan ide bawaan (innate idea).
E. Pengalaman Hidup
Jika
memang pengetahuan tentang keberadaan Tuhan tidak hanya dari wahyu maka ada sumber
lain yang bisa dipercaya, yaitu melalui jalan pengalaman yang serentak
merupakan pengertian pula. Dalam pengetahuan terdapat dua segi yaitu pengalaman
dan pengertian. Kata pengalaman dipakai untuk menyatakan suatu aspek
pengetahuan yang tertentu, yakni adanya pengetahuan dalam hubungan langsung
dengan hal yang riil. Kata pengertian dipakai untuk menyatakan suatu aspek lain
dari pengetahuan, yakni bahwa dalam pengetahuan dilihat arti atau makna dari
hal-hal tertentu, arti atau makna itu telah ada dalam setiap pengalaman.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengalaman yang diperoleh manusia lama kelamaan akan
membentuk suatu pengertian dan tentang pengalaman manusia tentang Tuhan maka
akan membentuk suatu pengertian tentang Tuhan dan akhirnya akan membentuk
pengetahuan tentang Tuhan.
F.
Etika Manusia terhadap Pencipta
Kembali kepada hakikat manusia dan hakikat Tuhan,
sebenarnya kedudukan manusia dengan Tuhan itu saling berkaitan. Perhubungan itu
seolah-olah antara dua nama yang mewujudkan satu benda. Perhubungan yang cukup
erat, rapat, intim dan akrab sekali. Umpama perhubungan jasad dengan roh, jika
dipisahkan menyebabkan salah satunya akan pincang dan musnah, seperti lagu
tanpa irama.
Perhubungan
manusia dengan Tuhan laksana roh dengan jasad. jika jasad tidak ada, roh tidak
akan wujud (nampak). Begitu juga kalau tidak ada roh, jasad tidak akan bergerak
dan dinamakan hidup.
Karena demikian erat, rapat, intim dan akrablah maka
kedua pihak sangat penting dan saling berhubung dan memerlukan di antara satu
sama lain. Kewujudan Tuhan tidak akan diketahui tanpa adanya manusia dan
manusia tidak akan ada tanpa wujudnya Tuhan. Manusia adalah maujud kepada yang
wujud. Di sini menggambarkan (kewujudan) manusia adalah untuk mengisytiharkan
kewujudan Tuhan. Dan Tuhan mengkhalaqkan manusia untuk menunjukkan keadaanNya
dan juga kekuasaan-Nya.
Tujuan kita diberikan sifat (dizahirkan) adalah untuk
memberi tahu (makrifat) kepada diri kita sendiri tentang diri-Nya serta untuk
mengenali setiap apa yang wujud di atas alam ini. Tanpa adanya sifat diri-Nya
ini, maka mustahil kita akan dapat berdiri seperti hari ini, makrifat dengan
segala ilmunya.
Falsafah dalam
konsep amal ibadat ialah untuk kebaikan bersama, baik untuk diri manusia
sendiri, orang lain dan juga Tuhan. Dengan melakukan amal ibadat, jiwa kita
akan tenang. Hati kita akan bening dan diri akan bersih. Jadi jelas amal ibadat
yang dilakukan bukan untuk Tuhan. Tuhan tidak meminta dan tidak mengharapkan
kebaikan itu. Kita melakukan amal ibadat adalah untuk kesejahteran diri kita
sendiri (manusia). Bukan untuk kesejahteraan diri Tuhan. Tuhan tidak perlu
pemberian kesejahteraan daripada kita. Dia bersifat Hayat, Alimun dan Kadirun.
Dia Maha Kuat, Maha Perkasa, Dia Maha Agung. Janganlah kita beranggapan bahawa
dengan menunaikan perintah Tuhan itu untuk kesenangan Tuhan. Tuhan sesungguhnya
tidak mengharapkan kesenangan itu. Sebaliknya hasil dari amal itu adalah untuk
diri kita sendiri. Jadi kalau tidak beramal ibadat (berbuat baik kepada diri
kita), maka kita sendirilah yang rugi.
Kesimpulannya etika manusia terhadap pencipta, yaitu berzikir,
mengingat Tuhan, melakukan amal ibadah adalah untuk mengingatkan kepada diri
kita sendiri. Kita melakukan kebaikan kepada diri kita sendiri. Kitalah memuji
diri kita sendiri dan memulangkan segala pujian itu kepada diri kita juga.
FirmanNya : "Dari Tuhan kau datang,
kepada Tuhan kau dikembalikan."
Comments
Post a Comment