PENGELOLAAN SAMPAH

Beberapa penelitian membuktikan bahwa masalah sampah merupakan konsekuensi pertambahan penduduk perkotaan yang semakin meningkat pesat. Namun, di samping faktor populasi tersebut, jumlah timbulan sampah juga dipengaruhi oleh pendapatan, iklim, kebiasaan hidup, tingkat pendidikan, kepercayaan, maupun budaya yang dianut, dan perilaku sosial maupun perilaku publik.
Untuk itu, Damanhuri (2007) menjelaskan bahwa Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu adalah sistem manajemen yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan pembangunan perkotaan, mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan institusi, politik, keuangan dan aspek teknis secara simultan, serta memberi peluanga bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan pengambilan keputusan.
Wibowo dan Djajawinata (2003) mengemukakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengatasi masalah sampah perkotaan, antara lain:
a.         Melakukan pengenalan karakteristik sampah dan metode pembuangannya;
b.  Merencanakan dan menerapakan pengelolaan persampahan secara terpadu mulai dari   pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir;
c.       Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator   pemberi layanan agar lebih tegas dalam melaksanakan reward dan punishment dalam pelayanan;
d.        Menggalakkan program reduce, reuse, dan recycle (3R) agar tercapai program zero waste pada   masa mendatang;
e.         Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan yang berbeda bagi setiap pelanggan;
f.       Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan   memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007).
Pertama, penimbulan sampah (solid waste generated) yang dari definisnya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak diproduksi, tetapi ditimbulkan. Oleh karena itu, dalam menentukan metode penanganan yang tepat, penentuan besarnya timbulan sampah sangat ditentukan oleh jumlah pelaku dan jenis kegiatannya. Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah harus dilakukan studi.
Kedua, penanganan di tempat (on site handling). Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah ditempatkan di tempat pembuangan. Kegiatan ini bertolak belakang dari kondisi di mana suatu material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, seringkali masih memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah di tempat dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya. Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan (sorting), pemanfaatan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Tujuan utama dari kegiatan di tahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce).
Ketiga, pengumpulan (collecting) adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS. Umumnya, dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dan rumah-rumah menuju ke lokasi TPS.
Keempat, pengangkutan (transfer dan transport) adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi pembuangan pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir.
Kelima, pengolahan (treatment) yang bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah:
a.     Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (sorting) dan pemadatan (compacting), tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.
b.   Pembakaran (incinerate), yaitu teknik pengolahan sampah dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang hingga 90-95 %. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut sangat berpotensi untuk menimbulkan pencemaran udara.
c.       Pembuatan kompos (composting), kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organik lain yang  sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan di manapun.
d.    Energy recovery, yaitu transformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di negara-negara maju, yaitu pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan.

Keenam, pembuangan akhir (final disposal). Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah open dumping, di mana sampah yang ada hanya ditempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi memenuhi. Teknik ini sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Teknik yang direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Di mana pada lokasi TPA dilakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.
Ada beberapa metode pengumpulan sampah primer (Bhide dan Sundaresan, 1983), antara lain:
a.       Curb site collection, pemilik rumah bertanggung jawab untuk menempatkan tempat sampah yang sudah penuh di pinggir jalan atau di tempat kendaraan pengangkut sampah, dan mengembalikan tempat sampah yang telah kosong kembali ke dalam rumah.
b.   Alley collection, pemilik rumah membawa sampah mereka dan membuangnya dalam suatu container yang telah disediakan di pinggir jalan, lorong, atau gang. Petugas akan mengangkut wadah tersebut, mengosongkannya, dan mengembalikannya ke tempat semula.
c.   Setout-setback system, container sampah disediakan pada masing-masing rumah penduduk, diangkut oleh petugas dan dikembalikan kembali oleh petugas di tempat semula.
d.   Setout system, sistem yang hampir sama dengan setout-setback system, bedanya hanya pada pengembalian container dilakukan oleh pemilik rumah.
e.  Backyard carry system, petugas pengumpul sampah bertanggung jawab memasuki rumah penduduk untuk mengumpulkan sampah penduduk. 

Comments

Popular posts from this blog

Cara Menghitung Air Buangan (Limbah) Kompleks Perumahan

PANTAI BERLUMPUR

PEMANTAUAN KUALITAS AIR (1)