PUPUK ANORGANIK DAN PERMASALAHANNYA

Edisi Catatan Kuliah #3

PUPUK ANORGANIK DAN PERMASALAHANNYA

1.         Peranan Pupuk Anorganik dalam Sistem Pertanian di Indonesia
Meskipun Indonesia telah mencapai swasembada beras sejak tahun 1984, peningkatan produksi beras harus tetap diupayakan apabila kita ingin mempertahankan swasembada. Produksi perkebunan harus pula ditingkatkan untuk memperbesar pangsa pertanian dalam ekspor dan untuk mendorong pendirian/pengembangan industri pertanian.
Peningkatan produksi pertanian dapat dilaksanakan dengan memperluas lahan (ekstensifikasi) dan atau meningkatkan produktivitas lahan yang sudah dipakai (intensifikasi).
Baik untuk intensifikasi maupun ekstensifikasi, pupuk tidak dapat ditinggalkan. Dalam intensifikasi, pupuk diperlukan untuk peningkatan produktivitas tanah lahan hara dan untuk mengembalikan produktivitas tanah dan lahan konversi. Pupuk untuk intensifikasi semakin penting berkenaan dengan penggunaan bibit yang makin unggul dalam hal tanggapannya terhadap pasokan hara. Untuk ekstensifikasi, pupuk juga semakin penting mengingat lahan yang dipakai untuk perluasan lahan pertanian mempunyai kesuburan rendah.
2.         Bahaya Penggunaan Pupuk Anorganik
Menurut Altieri (2000), pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian, tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang karena penggunaannya menyebabkan degradasi (pencemaran) lingkungan pada pertanian serta mengganggu kesehatan manusia.
a.         Pencemaran Tanah oleh Pupuk Anorganik
Unsur-unsur di alam (termasuk tiga belas unsur hara esensial) selalu mengalami recycling process atau proses perputaran, sehingga kandungannya relatif tetap karena selalu kembali lagi ke tempat semula (berputar). Padahal kita tahu, dalam suatu usaha budidaya tanaman paling tidak ada unsur yang tidak kembali lgi ke tanah/lahan tempat semula ditanam karena keluar areal penanaman dalam bentuk hasil panen. Kehilangan unsur hara ini semakin diperparah dengan perubahan pola pemanfaatn tanaman. Dari sector pemupukan, dampak dari penggunaan pupuk anorganik/kimiawi disertai paket-paket lainnya dikenal dengan nama pancausaha tani menghasilkan peningkatan produktivitas tanaman yang cukup tinggi dibandingkan kondisi sebelumnya.
Namun, peralihan dalam budaya bertani, yaitu peralihan dari penggunaan pupuk organik (kandang, kompos, tanaman golongan Leguminoceae) ke penggunaan pupuk anorganik (kimia) dalam jangka relatif cukup panjang sehingga saat ini telah menimbulkan dampak samping tanah semakin keras, sehingga menurunkan produktivitasnya. Semakin kerasnya tanah ini bukan disebabkan oleh hilangnya tanah lapisan atas (top soil), tetapi lebih disebabkan oleh penumpukan sisa atau residu pupuk kimia dalam tanah yang berakibat tanah sulit terurai. Hal ini disebabkan karena salah satu sifat bahan kimia adalah relatif lebih sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan organik. Jika tanah menjadi keras, maka akan mengakibatkan tanaman sulit menyerap pupuk/unsur hara tanah. Jadi, jika tanah menjadi keras, untuk mendapatkan hasil yang sama dengan hasil panen sebelumnya diperlukan dosis pupuk yang lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan dosis pupuk semakin lama semakin tinggi.
Selain itu, dengan semakin kerasnya tanah, proses penyebaran perakaran dan aerasi (pernapasan) akar terganggu yang berakibat akar tidak dapat berfungsi optimal dan pada gilirannya akan menurunkan kemampua produksi tanaman tersebut. Sebagai contoh, jika dulu padi hanya diambil (dipanen) keluar areal penanaman dalam bentuk gabah saja, sekarang masih ditambah dengan batang padi untuk keperluan semisal untuk budidaya jamur. Tanaman jagung, selain jagungnya diambil, sekarang daun-daun dan batang mudanya juga dibawa keluar areal untuk pakan ternak. Dalam hal ini, kehilangan tiga belas unsur hara esensial dari areal penanaman semakin banyak.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya ketimpangan (ketidakseimbangan) hara lainnya dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Kejadian semacam ini banyak terjadi pada lahan-lahan sawah yang selalu membudidayakan tanaman padi secara terus-menerus tanpa penambahan bahan organik tanah, sehingga terjadi pengurasan hara tertentu dan terjadi defisiensi Zn dan Cu. Ketimpangan hara dan merosotnya bahan bahan organik tanah akan menyebabkan degradasi kesuburan tanah yang akan mengancam keberlanjutan usaha tani.
Pencemaran tanah yang disebabkan oleh pupuk dapat diatasi dengan:
a.       Menggunakan pupuk sesuai takaran
b.      Mengurangi penggunaan pupuk kimia
c.       Memadukan penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organik
d.      Waspada terhadap penjualan pupuk palsu dengan takaran yang ridak semestinya
b.        Pencemaran Air oleh Pupuk Anorganik
Tindakan manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari secara tidak sengaja telah menambah jumlah bahan anorganik pada perairan dan mencemari air. Misalnya, pemupukan tanah persawahan atau ladang dengan pupuk buatan.
Limbah pertanian yang berupa sisa-sisa pupuk umumnya banyak mengandung ion-ion anorganik nitrat (NO3) beserta ion fosfat (PO4) yang berasal dari limbah detergen dan terakumulasi di atas tingkat tertentu dalam perairan menyebabkan air dari perairan tersebut tidak layak dikonsumsi sebagai air minum karena dapat mempengaruhi fungsi hemoglobin pada janin, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan kanker lambung.
Akibat lain dari kelebihan ion-ion nitrat dalam perairan tawar ialah peningkatan proses eutrofikasi, yaitu peningkatan nutrisi atau zat-zat makanan untuk pertumbuhan tanaman air. Sebenarnya, eutrofikasi merupakan proses yang alamiah yang terjadi di sungai, kolam, atau danau manapun, tetapi proses itu berlangsung dengan lambat. Namun, dengan adanya penumpukan ion-ion nitrat dan ion-ion lain, seperti fosfat, proses eutrofikasi mengalami peningkatan. Artinya, terjadi penumpukan zat-zat makanan bagi tumbuhan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya ledakan pertumbuhan tanaman air, seperti eceng gondok (Eicchornia crassipes) dan ganggang. Ledakan pertumbuhan ganggang itu dinamakan algal blooming. Ketika tanaman-tanaman air itu mati, tubuhnya dibusukkan oleh bakteri saptotrof aerob. Karena jumlah tanaman air sangat banyak, proses pembusukan itu memerlukan banyak oksigen. Akibatnya, perairan mengalami deoksigenasi, yaitu penurunan kadar oksigen. Selanjutnya, terjadi pembusukan anaerob dan terbentuk H2S. ketiadaan oksigen dan kehadiran hidrogen sulfida menyebabkan kematian organisme-organisme air lainnya, termasuk ikan. Eutrofikasi dipercepat oleh aktivitas manusia yang membuang terlalu banyak kotoran, limbah ke dalam perairan. Eutrofikasi dapat kita minimalkan dengan cara:
a.       Menggunakan deterjen dengan kandungan fosfat yang rendah untuk mencuci
b.      Menggunakan pupuk tanaman yang tidak mudah larut
Pencemaran air yang disebabkan oleh limbah pertanian (pupuk dan pestisida) dapat dicegah dengan cara berikut:
a.       Penggunaan pupuk buatan sesuai dosis yang telah ditentukan
b.      Tidak melakukan pemupukan saat turun hujan
c.       Menggunakan pestisida yang mudah diuraikan oleh alam
d.      Menggunakan metode biological control, yaitu melakukan pemberantasan hama dengan makhluk hidup pemakan hama tersebut (predator dari hama pengganggu)
3.         Pupuk Kimia dapat Merusak Keseimbangan Ekologi
Dinamika pupuk di lingkungan membentuk suatu siklus. Penggunaan pupuk oleh petani dapat tersebar di lingkungannya, air permukaan, air tanah, dan limbah pupuk mempunyai aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan akan terbawa aliran air keluar dari daerah pertanian dan mematikan makhluk hidup yang bukan sasaran seperti ikan, udang, dan hewan air lainnya. Pupuk mempunyai sifat mudah larut dalam air dan konsentrasinya meningkat dalam lemak dan sel-sel tubuh makhluk hidup yang disebut Biological Implification, sehingga apabila masuk dalam makanan, konsentrasinya makin tinggi dan yang tertinggi adalah pada konsumen puncak. Contohnya, ketika di dalam tubuh ikan kadarnya 2 ppm, dalam tubuh burung pemakan ikan kadarnya naik menjadi 100 ppm dan meningkat terus sampai konsumen puncak.
Efisiensi pupuk buatan terbukti rendah, yakni sekitar 40%-50% nitrogen hilang jika diberikan di lahan kering dan 60%-70% hilang pada padi sawah. Pada kondisi kurang mendukung (curah hujan tinggi, musim kemarau panjang, erosi tinggi, kandungan bahan organik rendah), maka efisiensi akan rendah lagi. Pupuk buatan dapat mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral nitrogen menyebabkan pengasaman dan menurunkan pH tanah serta ketersediaan fosfor bagi tanaman, penggunaan  pupuk buatan NPK secara terus-menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur hara mikro, sumber daya (khususnya fosfat) untuk produksi semakin Nampak keterbatasannya. Di tingkat usaha tani, hal ini berarti akan menyebabkan peningkatan harga pupuk dan menyulitkan petani. Selain itu, penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan resiko global melalui pelepasan nitrogen oksida ke atmosfer dan lapisan atasnya. Pada lapisan stratosfer, nitrogen oksida akan menipiskan lapisan ozon, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca), dan mengganggu kestabilan iklim.
Adanya paradigm yang menganggap bahwa keberhasilan diukur dan ditentukan dari berapa banyaknya hasil dari panen yang dihasilkan, bukan diukur dari kondisi dan keadaan tanah serta hasil panennya. Semakin banyak hasil panen, maka pertanian akan dianggap semakin maju. Akibatnya, ketika ekologi telah mengalami kerusakan mengakibatkan munculnya dorongan petani untuk meningkatkan penggunaan pupuk berlebihan bahkan melakukan self innovation untuk memperoleh formulasi pupuk yang cocok untuk meningkatkan produksi padinya.
Selain disebabkan oleh adanya penggunaan pupuk anorganik yang tidak sesuai takaran secara rutin, kerusakan hara tanah juga disebabkan oleh pemalsuan pupuk yang dijual kepada para petani. Pupuk palsu ini adalah pupuk yang dijual kepada para petani. Pupuk palsu ini adalah pupuk yang dipalsukan atau disamarkan kandungan zat dan kandungan zat di dalamnya. Hal ini menyebabkan tanaman dan tanah mendapat nutrisi yang tidak tepat dan dapat mengganggu keadaan tanah maupun tanah tersebut.
4.         Pertanian Alternatif, Solusi Pertanian Masa Depan

Pertanian alternatif menggunakan teknologi yang dapat lebih memberikan jaminan terhadap keberlanjutan sistem. Pertanian alternatif berkisar dari pertanian organik yang sama sekali tidak menggunakan masukan kimia (produksi pabrik) sampai teknologi yang masih mengizinkan sedikit lahan kimia dari luar lahan usaha tani. Di sinilah tantangan para ilmuan dan pemerintah bagaimana dapat membangun kemitraan yang baik dalam rangka menciptakan teknologi pertanian tepat guna dan ramah lingkungan. Ilmuan mungkin dapat menjalankan penelitiannya menggunakan sumber dana yang lain selain dari pemerintah, tetapi mereka tidak dapat mengaplikasikannya jika pemerintah tidak mendukung. Sangat disayangkan jika hasil penemuan para ilmuan hanya berhenti di rak-rak perpustakaan karena tidak ditindaklanjuti.


Comments

Popular posts from this blog

Cara Menghitung Air Buangan (Limbah) Kompleks Perumahan

PANTAI BERLUMPUR

PEMANTAUAN KUALITAS AIR (1)