BIOREMEDIASI SEBAGAI PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR


Indonesia yang beriklim tropis memiliki bioma hutan yang lebih padat dari bioma daerah subtropis. Diperkirakan terdapat tiga kali lebih banyak mikroba pada ekosistem tropis daripada di ekosistem lainnya, di mana sebagian besarnya adalah sebagai pengurai.
Mikroba atau mikroorganisme merupakan organisme yang sangat renik sehingga hanya terlihat dengan bantuan mikroskop. Mikroba memberikan kontribusi dalam menyeimbangkan ekosistem alam. Tanpa mikroba yakni pengurai, dunia ini penuh dengan tumpukan bangkai. Mikroba ada yang patogen ada pula yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Mikroba berperan dalam siklus biogeokimia, penyuburan tanah, dan degradasi senyawa kimia berbahaya.
Senyawa kimia berbahaya maupun yang tidak namun bila berlebihan akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan ini didominasi oleh aktivitas manusia. Bertambahnya populasi manusia, bertambah pula pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu penanganan serius. Hadirnya  teknologi alternatif untuk menjaga pelestarian lingkungan yang melibatkan mikroorganisme. Teknologi alternatif ini disebut bioremediasi.
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan, bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.
 Selain mikroorganisme, ternyata dapat pula memanfaatkan tanaman air sebagai bioremediasi. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisasi komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.
Proses pengolahan limbah cair oleh mikroba dalam mendegradasi senyawa kimia yang berbahaya di lingkungan sangat penting. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.
Saat terjadinya bioremediasi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroba memodifikasi senyawa kimia berbahaya dengan mengubah struktur kimianya biasa disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, di mana senyawa kimia terdegradasi, strukturnya tidak kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

PROSES BIOREMEDIASI
Mikroba dalam mengolah senyawa kimia berbahaya dapat berlangsung apabila adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient, dan jumlah oksigen. Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 mengatur tentang tata cara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Bioremediasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah.
Teknologi bioremediasi dalam menstimulasi pertumbuhan mikroba dilakukan dengan dua cara yaitu:
1.      Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,  jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.
2.      Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
3.      Bioremediasi intrinsik terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Contoh Penelitian Bioremediasi
“Bioremediasi Limbah Pestisida Dengan Mikroba Indigen”
Mikroba indigen merupakan mikroba alamiah atau mikroba setempat. Pada lahan pertanian, penggunaan pestisida yang berlangsung lama akan menekan pertumbuhan mikroba indigen yang berfungsi untuk merombak senyawa toksik (organofosfat) tersebut. Karena itu, diperlukan pengisolasian mikroba di laboratorium. Organofosfat merupakan pestisida yang memiliki toksisitas yang tinggi. Pestisida golongan organofosfat merupakan jenis pestisida yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya untuk mengendalikan hama sayuran dan padi. Senyawa aktif pestisida golongan organofosfat seperti metil parathion. Pseudomonas putida mampu untuk menggunakan metil parathion sebagai sumber karbon dan sumber fosfor dalam pertumbuhannya. Pada tahap pertama dari proses degradasi, enzim organofosforus acid anhudrase yang dikeluarkan oleh P. putida menghidrolisis metil parathion menjadi p-nitrophenol. Sementara p-nitrophenol dikonversi lebih lanjut menjadi hydroquinone dan 1,2,4 benzenetriol yang akan dirubah lebih lanjut menjadi maleyl acetate.
Pseudomonas putida mampu tumbuh dalam media sederhana (LB) dengan mengorbankan berbagai macam senyawa organik dan mudah diisolasi dari tanah (batubara, tembakau) dan air tawar. Pertumbuhan optimalnya antara 25-30C. P. putida mampu mendegradasi benzena, toluena, dan Ethylbenzene.
Perlu dipahami bahwa tingkat pertumbuhan mikroba yang lebih baik tidak selalu diikuti oleh terjadinya proses degradasi yang tinggi, namun begitu bila pertumbuhan terlalu rendah maka tidak akan terjadi proses biodegradasi yang signifikan. Tingkat ketersediaan glukosa sebagai sumber karbon dalam media mempunyai pengaruh nyata pada tingkat degradasi, hal ini berkaitan dengan tingkat pertumbuhan yang dicapai.
Selain masalah di atas, enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak alami. Kelarutan polutan dalam air sangat rendah dan polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau partikel tanah. Selain itu, pengaruh lingkungan seperti pH, temperatur, dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan proses bioremediasi.

Proses Mikroba Mendegradasi senyawa Hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon aromatis polisiklis (PAH) dalam minyak memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Efek toksik dari hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berlangsung melalui larutnya lapisan lemak yang menyusun membran sel, sehingga menyebabkan hilangnya cairan sel atau kematian terhadap sel. Ketahanan PAH di lingkungan dan toksisitasnya meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya. Beberapa golongan mikroorganisme telah diketahui memiliki kemampuan dalam memetabolisme PAH. Bakteri dan beberapa alga menggunakan dua molekul oksigen untuk memulai pemecahan cincin benzena PAH  yang dikatalis oleh enzim dioksigenase untuk membentuk molekul cis-dihidrodiol. Kebanyakan jamur mengoksidasi PAH melalui pemberian satu molekul oksigen untuk membentuk senyawa oksida aren yang dikatalisis oleh sitokrom P-450 monooksigenase. Pada jamur busuk putih, bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi.

KEUNTUNGAN BIOREMEDIASI
1.      Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
2.      Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
3.      Tidak melakukan proses pengangkatan polutan.
4.      Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.

Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa kimia yang berbahaya yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah, dan kondisi setempat serta teknik yang digunakan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Menghitung Air Buangan (Limbah) Kompleks Perumahan

PANTAI BERLUMPUR

PEMANTAUAN KUALITAS AIR (1)